PERSAMAAN MENULIS DAN MENDAKI


Bagiku hidup tanpa menulis bagai hujan dipagi hari, membuat hari menjadi kelabu, menjadikan setiap kegiatan begitu berat untuk dilakukan, dan hanya berbaring sepanjang hari di kamar yang aku harapkan. Dan jika terpaksa untuk melakukan aktivitas aku akan melakukannya secepat mungkin dan kembali keatas ranjang dan berselimutkan wol tebal yang hangat. Kalau memungkingkan untuk melakukannya diatas kasur, dengan senang hati akan kulakukan walau dengan tidur. Dan tentu saja walau itu menyenangkan untuk terus berbaring sepanjang hari,akan lebih bahagia jika dapat menghabiskan waktuku diluar ruangan untuk melihat keindahan dunia.
Seperti itulah menulis begitu berarti untuk hidupku. Dia adalah sisi lain dari diriku. Saat diriku terpuruk, membutuhkan motivasi dan tak ada orang lain yang bisa memberikannya untukku, maka diriku sendiri sebenarnya bisa melakukan itu. Aku akan menulis, saat aku terpuruk, aku tidak akan menulis betapa terpuruknya aku, tapi aku akan menulis bagaimana caraku untuk bangkit. Dan saat aku membacanya kembali, aku benar – benar telah mendapatkan pencerahan. Kadang setelah beberapa waktu aku membuka kembali apa yang telah aku tulis, dan aku bisa dibuat terkesiap dengan apa yang aku baca, itu tulisan siapa? And yeah, that’s still my own.
Walau menulis sudah seperti sisi lain dari diriku, ini tetap tidak mudah untuk memulainya. Tidak seperti kau haus dan ingin minum lalu dengan cara apapun kau akan mendapatkan air itu untuk mendapatkan kelegaan. Ini seperti rasa haus akan kelegaan setelah pendakian yang berat, apa kau pernah pergi mendaki?? I think you don’t feel it, if you never do that. Ada rasa berat saat memulainya, takut jika tak sampai puncak, semua ketakutan itu aku rasakan saat menulis. Takut jika aku tak pernah bertemu dengan akhir sebuah tulisanku. Dan itu memang terjadi padaku. Seperti pendaki yang kekurangan bekal dan skill untuk mendaki puncak tertinggi tanpa pernah berlatih sebelumnya, dia mati dalam perjalanan. Banyak tulisanku yang mati ditengah jalan, terlalu malas untuk melanjutkan,hanya bermodal kekuatan nekad untuk berangkat tanpa perbekalan yang matang.
Sudah ada berapa judul novel yang coba aku tulis, romance, fiction, action, drama, semua mati ditengah perjalanan. Ada banyak factor ,paling utama adalah rasa malas. Bukan berapa banyak kata yang kau tuliskan setiap hari, atau sudah benarkan satu paragraf yang kau tulis dalam empat jam, bukan itu. namun rasa malas yang membuat tulisanku mati. Terlalu sibuk dengan aktifitas lain yang membuatku lupa untuk menulis dan saat aku ingin memulainnya kembali, seperti ingin mendaki sebuah gunung, aku melihat puncak itu terlalu tinggi, maka aku mengurungkan niatku mencoba berdalih untuk mengumpulkan tenaga, tapi aku tetap tak akan memulainya, karena aku fikir tenaga yang aku miliki tak akan pernah cukup untuk sampai puncak. Kuncinya adalah memulainya, mulailah mendaki, walau itu hanya satu langkah, mulailah menuliskan idemu, walau itu Cuma satu kata. Karena berdiam dalam satu tempat tak akan merubah apa – apa. Dan jangan coba untuk mengoreksi langkah kecilmu sebelum kau sampai puncak, abaikan, karena itu sudah berbeda dari tujuanmu untuk sampai puncak. Mengoreksi setiap langkahmu hanya akan membuatmu merasa  buruk sepanjang perjalanan, dan yang paling berbahaya adalah jika kau bahkan berhenti untuk melangkah. If you know what I mean, It’s all not about how to climb well, but how to write well.
Menulis dan mengoreksi adalah dua hal yang berbeda dan tak bisa dipisahkan. Dan jika kau sudah mencampuradukkan keduannya maka yang kau dapatkan adalah tulisanmu akan sama saja, atau kau berhenti untuk menulis. Bukan berarti mengoreksi itu dosa, itu perlu jika kita sudah yakin. Dan alangkah lebih baik jika kita melakukannya diakhir cerita. Biarkan ide ceritamu mengalir tanpa ada bumbu. Dan satu lagi, singkirkan rasa kesempurnaan pada ceritamu, karena hal itu benar – benar racun dalam setiap karya. Jangan banding – bandingkan dirimu dengan idolamu. Be yourself, make your taste.
Baiklah, untuk kalian para penulis pemula, like me. Aku membaca sebuah kutipan dalam sebuah buku motivasi untuk penulis pemula. Ibaratkan menulis itu adalah sebuah bola sepak, maka tendanglah bolamu, tendang saja, sudahlah tendang saja, apa yang kau fikirkan. Seperti itulah menulis, do it now or never. Kunci sukses menulis adalah, menulislah setiap hari, dengan rutin. Saat kau dalam modemu untuk menulis, memang ada perasaan untuk terus menulis, tapi kau harus tau, itulah saatnya kau berhenti. Jangan membuat dirimu lelah, dan esok kau terlalu jengah untuk kembali didepan layar laptopmu. Intinya, jangan kau habiskan esensi menulismu dalam satu hari, jadikan setiap hari kau memiliki semangat untuk melompat dalam layar laptopmu dan tanpa sabar untuk kembali menulis.
Bagiku saat paling tepat untuk menulis adalah saat kau memiliki masalah, karena dari situlah banyak ide bermunculan. Dan satu lagi, saat matahari terbenam dan sacangkir coklat panas, mereka adalah partner yang diciptakan Tuhan untuk selalu menemaniku.

”Jangan berhenti memperjuangkan sesuatu, bahkan saat kita tak tahu apa akhir dari perjalan kita, kepercayaan untuk terus melangkah bukankah sudah cukup untuk menjadi semangat berjuang sampai akhir. Karena akan lain cerita jika kita berhenti di tengah jalan tanpa tahu akhir perjalanan yang sebenarnya lebih indah dari ekpetasi kita”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Perawat Hebat melalui Pengabdian Masyarakat bersama YBSI

MEI'S WORLD