Pernahkah Kau Memikirkan Hal Ini Dalam Hidupmu?
Minggu,
23 September 2018. Hari minggu yang sama seperti minggu – minggu sebelumnya. Aktivitas
di kampus akan menyita waktuku dan membuat diri tak ingin pergi kemanapun. Hanya
kampus dan kos, tugas kuliah dan proker, tidur atau lembur bersama laptop. Sedikit
waktu untuk yang lain, seperti merenung. Sungguh aku bukan orang yang suka
memikirkan, menerka – nerka bahkan berfilsafat untuk kejadian dan fenomena yang
terjadi di sekitarku, kalau boleh orang bilang rasa acuhku cukup tinggi. Namun aku
tak bisa menentang jika fikiranku tiba – tiba melahirkan hal – hal yang aku
sendiri dibuat terkejut, kagum dan bertanya – tanya, bagaimana aku bisa
memikirkan hal itu.
Sudah
aku katakan di awal aku tak suka berfilsafat, namun sejatinya hidup kita tak
pernah lepas dari hal itu. Kenapa kita makan? Kenapa butuh tidur? Bohong jika aku
bilang tak pernah berfilsafat. Kalianpun juga demikian. Tapi aku justru
merasakan hal yang sebaliknya. Aku seperti orang yang candu akan filsafat, akan
pemikiran – pemikiran baru (untukku), pemikiran yang orang lain mungkin tak pernah
memikirkan itu. Dan saat aku menemukan satu pemikiran diluar pemikiranku,
rasanya aku seperti orang yang terlahir dengan bakat seperti itu.
Dua pemikiran itu lahir hari ini,
saat perjalananku menuju kampus. Hampir semua pemikiran konyolku lahir saat
perjalanan. Pemikiran pertama, ketika aku melihat penjual semangka tanpa biji
dengan harga 8000 ribu per kilonya, pertama kali yang terlintas adalah buah
tersebut hasil dari kultur jaringan. Oke aku tidak memungkiri jika sekarang
teknologi kultur jaringan sudah berkembang pesat. Namun tidakkah kalian sadar,
jika buah tersebut dibuat cacat. Bayangkan jika semangka itu adalah manusia,
dan dengan teknologi kultur jaringan,
manusia tersebut dibuat tanpa lengan dan kaki untuk mempermudah dikonsumsi. Perumpamaanku
terlalu konyol? Tidak masuk akal? Akupun juga dibuat geleng – geleng karenanya.
Rasa lezat ketika memakan semangka tanpa biji langsung lenyap, yang ada adalah
memakan semangka CACAT.
Pemikiran kedua. Belum lenyap di
otakku akan pemikiran semangka cacat tersebut, pemikiran lain tiba – tiba saja
menyeruak lahir. Entah karena sebab apa, aku teringat akan satu kutipan dalam
sebuah novel karya Dee Lestari yang sampai tadi pagi masih belum kumengerti. Karya
pertamanya dalam series supernova, Dee mengatakan konsep “ADA dan TIADA” dengan
perumpamaan pegas kasur. Saat kau diatas kasur dan seseorang bertanya, apakah
ada pegas dikasurmu? Salah jika kau mengatakan ADA. Tentu saja otak kecilku
yang beratnya tak lebih dari dua kg ini tak langsung paham dengan hal tersebut.
Sampai tadi pagi, diperempatan menuju kampus.
Seorang mahasiswa putri yang telah
lama tak pulang kampung wajar jika teringat kedua orang tuanya di rumah. Ingin rasanya
pulang dan melihat senyum mereka. Jika seseorang bertanya kepada mahasiswa itu,
apakah dia punya orang tua? Tentu saja dia akan menjawab punya. Dimana? Di rumah.
Sekarang apa kau melihat orang tuamu? Apa orang tua mu ada? Jawabannya TIDAK. Orang
tua mahasiswa itu TIDAK ADA. MUNGKIN itulah konsep ada dan tiada yang dimaksudkan
oleh Dee Lestari. Namun bukan itu yang membuatku terkejut oleh pemikiranku
sendiri.
Sekarang
kita percaya kalau orang tua kita ADA di rumah dan nantinya kita akan bertemu
mereka saat pulang kampung, padahal sekarang faktanya orang tua kita TIDAK ADA.
Sama seperti Tuhan, begitulah harusnya kita percaya kepadanya, bagaimana
inginnya kita untuk pulang kampung dan melihatnya. Aku seperti seorang anak
Tuhan yang dititipkan, dan tiba – tiba saja sadar kalau aku punya orang tua.
Seketika
aku rindu, rindu kepada Tuhanku, sama rindunya aku dengan kedua orang tuaku. Entah
kenapa pemikiran konyolku tersebut memantapkan imanku. Aku yang sesekali masih
bertanya – tanya keberadaan-Nya, namun tetap menyakinkan diri untuk iman. Namun
jujur saja, rasa haus akan sosoknya tak bisa kututupi. Dan aku bersyukur, Allah
tak lama membiarkanku dalam kebimbangan tersebut. Rasa itu telah muncul, rasa
percaya, rasa rindu, rasa cinta, dan rasa yang tak pernah kurasa sebelumnya.
Pemikiran
– pemikiranku sebelumnya juga selalu mengarahkan imanku kepadanya. Akan aku
ceritakan dilain waktu, hal – hal konyol tersebut.
1.
Ikan berfikir kita hidup dalam air.
2.
Apa warna merah yang kau lihat?
3.
Mungkinkah hidup kita selalu berulang?
4.
Bumi itu bagian dari sel.
5.
Kukira aku pemain utama di dunia ini.
“Jika dirimu
memang ADA di dunia ini, mudah saja caranya. Buat dirimu tampak untuk semua orang,
caranya? Kau sendiri yang lebih tahu. Karena jika kau ADA tapi tak dikenang,
itu sama saja dengan TIADA.”
Nb
: Tulisan ini aku persembahkan untuk partner
berfilsafat semasa SMA dan sekarang, ERA
WILOKA. Sungguh aku bersukur Allah mengirimkan dirimu untuk membuatku
terlihat normal karena fikiran-fikiranku.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMenurut ku rahasia terbesar yang berharga dalam hidup memang sebuah pemikiran mel, hargai dan syukuri itu adalah cara terbaik berdamai dg diri kita sndiri. Terimakasih.. lanjutkannn.. ku ada suatu kata2 "Semakin kamu tahu lebih jauh semakin kamu tidak tahu apa apa" Semangat mencari. Pemikiran tidak akan berhenti. Ketika niat masih dihati.
BalasHapus